Perhentian Sementara di Senja Hari

01:00 3 Comments A+ a-

"Sedangkan sebetulnya cara mendapatkan hasil itulah yang lebih penting daripada hasil sendiri. “ - Tan Malaka 


Perubahan adalah harga mahal dan sebuah petualangan tanpa akhir.
Ketika kita hanya sebuah bibit kecil yang berada dalam gelap dan kemudian memilih waktunya sendiri untuk mewujudkan eksistensinya. Memilah dan memutuskan metode ataupun jalan yang mana yg ditempuh utk merambat ke atas bertransformasi.
Mempraktekkan segala ilmu, doktrin, pengetahuan , ajaran agama dan nasehat orang tua yg dijejalkan selama puluhan tahun dgn sedikit keringat kerja keras. Dan trial n eror pun kerap hadir.
Walau tak sempat mengenyam pendidikan sarjana di perguruan tinggi ternama, masih ada kampus kehidupan yang menerima dengan tangan terbuka. Tak ada kenaikan SPP  maupun SKS, namun disini kita perlu mempertimbangkan dengan matang setiap langkah, karena ia menuntut pembayaran tunai yg disebut KONSEKUENSI.



Terkadang langkah merunut arah yg keliru dan selalu ada pilihan. Iya, pilihan selalu ada dan kita bebas untuk berputar balik kembali ke titik awal lagi sambil mengutuk bahwa betapa sialnya kita menghabiskan waktu menempuh jalan buntu. Sayangnya selalu ada harga yg mesti dibayar atas pilihan itu ......,dan malangnya bahwa kompas kita rusak. Tak ada yg bisa dimintakan petunjuk dan nasehatnya harus kemana kita berjalan menemukan jalan kita sendiri.

Beristirahatlah sejenak, nikmati secangkir kopi. Senyampang masih bernafas dan bisa menikmati mentari pagi, selalu ada waktu utk menemukan jalan itu. Kita tidak dikarunia kemampuan meramal nasib, kita hanya bisa meningkatkan kemampuan dan kekuatan kaki kita untuk terus melangkah.
Jadi sambil menikmati kopi, mari menghitung dan menganalisa segala kemungkinan yg bisa kita raih, ... sampai yg terburuk.


Dan setelah raga siap dgn amunisi penuh, siapkah pula kita menghadapi kerikil2 tajam jalanan, menyusuri kedalaman jurang , memasuki rimba belantara yg dikuasai raja berhati singa, macan, onta dan buaya.
Dan peperangan abadi itu tak lain sebenarnya adalah perang dengan diri sendiri.
Sudah kuatkah langkah ini menatap lurus ke depan, dan bukannya mendongak mengagumi kesuksesan orang2 mapan,atau menatap ke samping berbisik kemalangan tetangga, pun menelusuri kebawah mengasihani kemalangan orang tak berpunya. Atau kita justru terus menerus menoleh ke belakang demi bernostalgia akan kejayaan masa lalu.
Tujuan begitu jauhnya, dan berpotensi kebosanan bila kita menunggu dalam diam serta hanya berharap Tuhan menjatuhkan bulan ke pangkuan kita begitu saja. Kebosanan juga bisa membunuh karena ia bisa mengalihkan fokus kepada hal2 pengisi waktu luang yg sekilas gemerlapan dan merayu rayu utk kita sedikit2  beristirahat sejenak. Sudah alami bila kita bersifat dinamis dan rindu pembaruan walau itu hanya perubahan tampilan belaka. Seolah nasib sudah berubah dgn berganti mode pakaian dan hp terbaru.
Tak seorangpun betah menjadi pecundang yg kenyang kekalahan. Namun tak semua bisa menjadi pemenang. Ia serupa hitam dan putih, dua sisi keping yg tak pernah akur namun selalu ada. Yang menjadikan kemenangan terasa berarti sebab adanya kekalahan.

Di sela kesunyian, timbul tanya, untuk apa sebenarnya perubahan itu? utk sebuah hasil seperti apa yg kita inginkan? sebuah kemenangankah, sebuah kedigdayaan, sebuah pengakuan, ataukah sebuah kebaikan utk diri sendiri atas penilaian pribadi.
Jika perubahan itu untuk menemukan diri sendiri, sudah siapkah kita dengan segala pengorbanannya? termasuk melepaskan keberlebihan dan menerima kekurangan, meninggalkan gemerlap dan menuju gelap?..




Perubahan bukan mie instan. Mie yg disukai banyak kalangan, dan dianggap solusi mudah cepat serta murah. Namun dibaliknya mengandung ancaman akan beberapa penyakit sebagai akibat bahan yg dikandung. Apa yg tampak lezat dan sedap belumlah 100% aman.
Perubahan terutama pada pola pikir memerlukan proses menahun , kontemplasi yg berkelanjutan. Dan terkadang kita tersesat.
Dalam arah yg tak pernah lurus , likuan selalu menghadirkan tantangan. Menerima dan pasrah saja terkadang bukan jalan penyelesaian terbaik  karena tetap saja terombang ambing oleh arus yg kian gencar berubah ubah wujudnya. Jika akhirnya kita menafikkan pertanyaan untuk apa sebenarnya diri diutus ke dunia ini, rasanya juga tak menghentikan apapun.
Sedang menanam apakah kita? bila kita menyemai bibit jambu tak mungkinlah kita memanen apel atau lombok. Pandainya menjaga gairah dalam diri utk perubahan. Berubah untuk sesuatu yg lebih mulia dan menjaga kesabaran, ingat dan waspada dalam mengawalnya

Siapapun kita, yg saat ini sedang merangkak di bawah dengan berdarah darah ,
ataupun yg berada di puncak dengan tongkat kemenangan yang berkilau...

Semua ini tak ada yg abadi bukan?  ..


(tulisan ini terinspirasi oleh sebuah artikel yg pernah saya baca  dari blog bintang hitam) 


3 komentar

Write komentar
Sufyan Aziz
AUTHOR
22 August 2017 at 04:52 delete

Bagus mas artikelnya...pas buat renungan saat ini yang tengah terombang ambing dengan segala keruwetan hidup...sudah saatnya kita mengenali diri sendiri.

Reply
avatar
Anonymous
AUTHOR
27 September 2017 at 22:33 delete

untuk berubah menjadi lebih baik membutuhkan proses ... tapi banyak yang tidak sabaran .. ingin serba instan dan serba mudah ... saya setuju kalau sekolah kehidupan yang baik lebih penting .. karena bisa membuat kita lebih tangguh dan lebih bijaksana

Reply
avatar
Unknown
AUTHOR
1 November 2017 at 01:23 delete

mas, kok gak update lagi?, sibuk mas?

Reply
avatar