Rute 3 Jam

04:46 0 Comments A+ a-

Apa yg disuguhkan oleh sebuah rute santai yg bisa ditempuh selama 3 jam ?
Bila dihitung dari titik tengah kota rasanya akan sedikit sekali . Tak banyak rute bagus utk mencari inspirasi dan ketenangan , pilihan banyak org utk bersepeda jarak pendek masih didominasi perjalanan ke arah barat mencari kitab suci.

Jadi inilah sedikit cerita dan lebih banyak gambar tentang apa yg saya peroleh selama 3 jam itu.
Memulai mengayuh sekitar jam 6 lebih sedikit menuju arah terbit matahari.  Agak sejuk minggu pagi kemarin setelah ada sedikit guyuran hujan sabtunya.
 Melewati Cukam , saya begitu menikmati keramaian pasar tumpah. Hiruk pikuk di tengah kota itu menampakkan pagi yg bersemangat. Bincang jual beli, desakan mobil dan motor mencari jalan , berdamping dgn para manusia yg didominasi emak2 yg rebutan sayuran segar serta tawar menawar. Cukup padat area sekitaran cukam dari dulu, kini rasanya makin menjadi2 kepadatannya.

Ada kesenangan melihat sekitar pasar tumpah yg tidak banyak berubah dari era 80an. Saya masih dibuat termangu menyaksikan beberapa bangunan toko yg sangat lawas adanya. Kebetulan ada saudara didekat sini yg dulu sering saya kunjungi semasa kecil, itulah makanya saya mengingat jelas rupa tempat ini. 

Saya sedang akan menulis Cukam utk blog satunya, masih mengumpulkan mentahan yg belum lengkap. Keinginan menampilkan juga baru muncul idenya saat kemarin itu. Berdesakan antri lewat, baru saya sadari ada banyak nostalgia di tempat ini. Dari ujung ke ujung berjalan pelan rasanya begitu banyak yg sudah terlupakan kini hadir lagi.
Seperti rumah saudara di sana, itu gang masuknya , di situ ada warung favorit bapak biasa mengajak 'marung', masakannya enak sekali, lalu bila belok kesana ada tempat jual mainan anak2, jalannya setelah 'jomplangan'  rel , ujung jalan ada orang jualan bunga2, dan banyak lagi.

Dari cukam ini, saya meneruskan mengitari 'kutho bedah'. Tak banyak yg bisa didapat kecuali puter balik karena kesasar masuk gang. Memang tadi masuknya penasaran tembus kemana ini jalan.
Keramaian acara trail di Gor dalam rangka ultah salah satu komunitas. Pantas saja saya melihat ratusan iringan2 motor dan pickup pengangkutnya.


Beranjak ke arah timur kemudian selatan, mulai sepi dan segar, bau tanah tercium di mana2. Bau yg hadir setelah siraman hujan dan kemudian disinari mentari cerah.
Untuk yg seperti ini semestinya kita berhenti sejenak. Lukisan buatan Sang Pencipta yg memberi tahu bahwa kita masih dianugerahi umur dan kesehatan utk melihatnya. 
Terburu2 mengayuh sepeda rugilah kita.
 Gapura Bumi perkemahan Hamid Rusdi ? sudah pernah mampir?...
Inilah sedikit penampakannya



 Silahkan kunjungi utk melihat penampakan utamanya. Lokasinya teduh, rindang dan ayem tentrem.


Sedikit kesenangan menggaruk tanah. Tidak terlalu panjang, mengingatkan akan tegalweru.


Terkekeh saya mengingat saat foto ini , persis di bawah jembatan ini ada yg sedang 'ngebom'. Yg bersangkutan sempat ragu2 melihat kehadiran saya, mungkin takut difoto. Setelah tahu kemana kamera diarahkan, org tsb ngacir tanpa aba2 sepertinya kebelet berat, hehe.
Menikmati pemandangan pagi berupa sawah hijau, gunung, pepohonan, aliran sungai , hembus angin serta para petani dgn diam duduk tenang.
Sangat murah sekali utk sesuatu yg dicari banyak orang , bernama 'Damai'.
Rupanya saya tidak sendirian, seorang mbah terlihat mengatur posisi yg enak utk duduk , kemudian memandang jauh ke hamparan sawah. Saya penasaran apa yg sedang dipikirkan atau dibatinnya.
 Foto ini disambut sebuah senyum tulus, menghadirkan pemandangan yg ga neko2 tapi memukau.


Beringsut setelah berguyon bersama mbah tadi, saya menangkap sebuah pemandangan yg melekat di mata. Menara masjid di antara hijau itu seperti tema 'Rumah Tuhan dalam dekap alam'. Kok ya sangat pas komposisinya, bila saya pelukis sudah pasti tak kan menyia2kan penglihatan penuh inspirasi ini.

Dua bocah yg tampak asyik menikmati keramaian acara trail. Memilih dolan keluar daripada mengikuti sebaya2nya yg byk memilih asyik di depan gadget dan tipi. 
Saya dulu anak yg doyan kelayapan, insya Allah begitu pula anak saya kelak, hehe tak mengapa ,biar dia merasakan asiknya sengat matahari dan segarnya berkeringat.
 Jalan di kota Malang utamanya jalan poros pernah seperti ini. Berhias pohon2 besar berurat gagah , rindang meneduhi jalan sebelum mesin2 gergaji dinas pertamanan menghabisinya. Itu masih belum ulah beberapa oknum yg turut meracuni pohon2 berumur muda yg kemudian ditambah desakan pembangunan ruko. Saya mengingat sebuah pohon waru di depan jalan tempat saya dan teman2 bermain , memanjat dahan dan mengambili bunganya utk diterbangkan ke bawah sungai.
Di seberang pohon waru itu pernah berdiri sebuah beringin raksasa bersanding dgn mahoni. Kedua pohon sejak jaman belanda itu kini seolah tak pernah ada. Dihabisi hanya karena sering menjatuhkan dahan bila kena hujan angin dan alasan pelebaran jalan, tanpa pernah ada yg tahu apa dia menjatuhkan dahan karena ingin ada yg peduli utk merawatnya. Pohon yg sekian tahun terdiam mengiringi perkembangan kota ini dan akhirnya ditumbalkan itu, terletak di pertigaan jl Letjen Sutoyo - Lowokwaru. Dan kini yg tersisa dari ratusan pohon itu sepertinya tinggal sepanjang jalan Jaksa Agung Soeprapto.

Melewati jalan seperti foto di atas, bagi saya mengharubirukan perasaan.

 Saya melanjutkan menelusuri jalan kecil yg belum pernah dilewati, berada di samping sungai dekat dengan perkampungan penduduk. Semata2 menghindari jalan yg mulai ramai, dan masih ingin mencari suasana tenang sambil menggowes santai. Tak disangka di jalan ini saya menemukan hal2 menyenangkan.
Selain suasana yg gayeng sepanjang sungai, saya menemukan sebuah masjid di pinggirannya. Rasanya akan menyenangkan seusai sholat  kemudian duduk di pelataran masjidnya, membayangkannya jadi ayem gitu. Tak banyak menemui masjid dgn lokasi seperti ini, baik di kota maupun kabupaten.
Pasar Minggu pinggir sungai, itulah tajuk resmi acara ini. Walau cuma skala lokal, acara ini nampak lebih teratur dan menyenangkan utk disinggahi, cukup unik mengingat diadakannya di pinggiran sungai.. Sungai ini dari awal saya masuk dan mengurutnya memang terlihat menjadi nadi masyarakat sekitarnya. Nampak bersih, tak terlihat sampah berkeliaran seperti memang dijaga bersama. Alirannya yg tenang itu seolah membawa aura persahabatan, adem di hati. Seolah dia tak lupa diri memberi manfaat utk sekitarnya.

Saya menghitamputihkan foto ini karena kepingin meraba2 bagaimana kiranya sungai dan perkampungan ini dulunya. Pasti airnya lebih jernih , dan sekitarnya juga lebih lenggang. Sekilas nampak seperti batavia tempo dulu, semasa sungai ciliwung berjaya, ataupun kalimas di surabaya.
Pos kamling di tengah jembatan. Wah kalo yg begini saya juga suka, duduk2 sebentar bagaimana sih rasanya punya pos nongkrong dekat tengah sungai, hehehe.  Sensasinya sangat menakjubkan sodara2, ngalah2i berkunjung ke jatim park.
Satulagi hal yg sangat langka.

Sekalilagi saya tidak 'ngecap', masyarakat sekitar sungai ini punya kesadaran tinggi menjaga sungai nya. Bila menemukan ikan yg besar rasanya tak heran wong habitatnya mendukung.
Saya jg menemukan orang sekitaran sungai ini 'sumeh' bila disenyumi dan disapaselain mengagumi sungainya sayapun jadi mengagumi masyarakatnya.
 Rusun ini menjadi satu2nya bangunan tertinggi, sayang juga sih karena menutupi keindahan pemandangan ke arah barat.
Di dekatnya ada sebuah jembatan melengkung cukup tinggi tanpa pegangan, dad dig dug serr melewatinya tanpa turun dari sepeda.
Dan terakhir adalah jembatan kutho bedah , tempat saya bertemu muda mudi gaya mengendarai motor mahal , yg berhenti sejenak hanya utk membuang sampah berbungkus kresek besar ke sungai. Miris bukan? Melihat sungai yg semestinya bisa ayem malah jadi geregetan
Barang mahal bisa beli, masa tempat sampah tidak bisa? setidaknya bayar orang utk membuang dgn semestinya
Melihat dari jembatan ini pula , terlihat makin padat saja kota ini, entah bagaimana nasibnya 10thn ke depan. Nah ternyata selama perjalanan tadi saya lupa tidak membawa minum dan lupa pula rencana mau beli di tengah jalan.  Akhirnya mampir indomaret di jalan pulang dgn berakhirnya kacamata ketinggalan pula. Sudah direlakan bagi siapapun yg menemukan.

Jam 9 sayapun tiba di rumah dgn kondisi tidak terlalu lelah dan cukup puas dgn rutenya. Tanpa terlalu banyak cucian maupun mencuci sepeda, masih tersisa banyak waktu utk keluarga juga. 

Gowes ini menambah daftar perjalanan menyenangkan saya. Senang tak selalu identik dgn adrenalin, puas juga tak selalu berhubungan dgn nilai mahal. Yang pokok menurut saya adalah tahu apa yg diinginkan, kepingin bersantai2, gowes klemar klemer,blusukan ga jelas, ya lakukan saja tak perlu risau. 
Perjalanan santai ini sendiri menerapkan prinsip 'ku tahu yang kumau'. 
Dan hasilnya ' dekat, murah, senang', kurang apa lagi coba? ini sudah masuk rute wajib saya. Mau ikut? ayo... hehe