Gunung Plethes
Ada yg kurang rasanya dengan saya yg hanya sedikit mengenal jalur2 di Malang selatan. Dari beberapa yg sudah saya cicip masih berkisar antara utara, timur dan utamanya jalur barat.Utk barat itu paling dekat dgn lokasi tempat saya tinggal , maka itu bila dirunut ke belakang akan byk ditemukan post saya berkisar muter2 area pegunungan butak - panderman hingga kawi. Utk selatan sepertinya masih Taman Satriyan saja. Jadi inilah sekelumit petualang tidak bermutu bin alakadarnya saya mencoba jalur selatan lain, gowes kedua di tahun baru 2015 ini.
Sabtu tiba dgn rencana utk melipir ke selatan, setelah berpikir akan kemana besok minggu ,saya pun mengontak salah satu sesepuh padepokan Malang selatan, yg jg marshall populer di jawa timur ; sam Wahyu Malang Selatan / WMS , apakah saya esok bisa ikut gowes icip jalur di sana.
Gayung bersambut, ternyata sam Wahyu bersama rekan2 di Turen akan mengadakan acara gala desa esok hari. Gambaran acaranya adalah bersih2 jalur pegunungan terdekat , tepatnya di Gunung Plethes - desa Tawang Rejeni - Turen. Wah, boleh juga nih pikir saya, tanpa pikir panjang segera saya mantapkan utk datang walaupun badai menghadang.
Sabtu sore itupun saya siapkan sepeda dan cek ini itu segala peralatan, persiapannya agak mepet karena malam masih ada kewajiban kerja.
Bangun minggu pagi, bike carrier saya pasang dgn agak tergesa2 utk mengejar waktu. Cek sepeda terakhir kali sambil mengganti wheelset utk offroad, dengar2 musim hujan kabarnya cukup lama di daerah selatan. Saat mengganti wheelset baru saya sadari kampas rem belakang sudah tipis. Bongkar, ganti sebentar, pasang, cek lagi..... "lho kok ambles parah levernya?".
Bongkar lagi, cek ulang, ternyata rem belakang macet satu sisi pistonnya, celaka!.
Cukup panik juga utak atik lagi, saya sadari waktu sedikit mepet. Setelah waktu yg lama pekerjaan ini nihil tak berhasil, piston masih ngadat. Kontak beberapa rekan utk konsultasi dan sedikit berpikir utk pinjam rem atau tetap berangkat dgn rem kondisi seadanya.
Masuk satu sms, ternyata dari sam Wahyu mengkonfirmasi jadi tidak berangkat. Saya lirik, astaga sudah hampir jam 9, makin kacau nih. Tarik nafas dulu.....
Untung seribu kali untung, saya ingat bila mempunyai cadangan rem belakang satu tipe M485 beli di bang ben. Bongkar rem ngadat tsb, langsung pasang rem cadangan , cek ulang, beres, tak buang waktu langsung angkut sepeda dan ngacir setelah sarapan alakadarnya.
Sepanjang perjalanan saya berpikir akan minta maaf model apa kepada rekan2 di Turen nanti, sungguh tak enak baru pertama bareng gowes sudah bikin byk org nunggu. Sudah siap hati manakala nanti mau dimaki2 orang banyak, hehehe bagaimana lagi wong kendala datang tanpa diundang. Daripada batal datang, saya merasa lebih baik tetap berangkat walau terlambat.
Pelajaran yg dipetik,
Kita boleh berencana, tetap perlu bersiap utk sesuatu di luar rencanaIbaratnya walau teguh ikut KB (keluarga berencana) tak menjamin tertimpa varian KB lainnya, yaitu Keluarga Bertambah.
Kuncinya, tetap tenang, tarik napas panjang, pasang wajah cool dan selalu ingat kalimat kunci ' banyak anak banyak rejeki, tidak ada badai yg tidak berlalu'.
Setelah perjalanan yg penuh aura ngantuk ( saya baru pulang kerja jam 4.30 pagi), setiba di markas sam Wahyu, hal pertama adalah segera rakit ulang si cozmic dan mengontak tuan rumah kemana arah yg perlu ditempuh utk mengejar ketinggalan kereta. Sam Wahyu cs mengabari ternyata sudah di pucuk gunung , wow... saya teguhkan hati utk menyusul yg lgsung diketawakan sedemikian rupa. Lho sam Wahyu ini pikir saya menyangsikan kemampuan super saya utk menuntun sepeda di tanjakan secetar apapun, sudah jauh2 datang utk berpetualang masa saya tidak siap menderita lahir batin, dalam suka maupun duka.
Akhirnya sam Wahyu mengontak rekan utk membantu si cozmic ditarik motor pakai tali hingga pucuk gunung, ah sungguh merepotkan saja saya ini, sudah paling molor pula tibanya.
Sambil menunggu jemputan, tes rem belakang sambil dikendarai ternyata tidak terlalu menggigit dan bunyi pula cakramnya menjerit-jerit. Sudahlah tak apa yang penting ga macet .
Dan memang utk mencapai puncak atas itu jalannya sangat maknyuss, sudah menanjak masih meliuk liuk pula. Bila tadi saya nekat menggowesnya akan tidak kaget bila saya K.O dan perlu ambulans setiba di atas.
Sampai pucuk segera saya kayuh sekencang2nya menyusul rekan yang lain, yg disambut sam Wahyu cs di ujung jalur masuk offroad. Berkumpul dgn rekan Turen, acara pertama adalah bersalaman sambil meminta maaf kepada setiap orang, ah untung sekali lagi rekan2 ini menyambut dgn wajah ramah dan sumringah, saya jadi makin antusias dan berbunga2, hehe rasanya luntur sudah perilaku berdosa saya yg terlambat datang.
Di titik ini rupanya ada satu sepeda yg mengalami trouble anting patah dan dilakukan tindakan darurat dgn menjadikan single speed.
Baru masuk jalur sudah sedemikian rupa ban sepeda. Tanah ini lumayan lengket dan suka manggil temannya utk ikutan lengket pula. Saking tebal tanah yg nempel, ada yg ban sepedanya menolak menggelinding, bikin derailleur rewel, dan mancal jg ikutan berat.
Sambil menunggu yg sedang perbaikan, saya berkeliling menangkap pemandangan sekitar yg lumayan amboy, hawanya menyapu mata utk berleha leha.
Perbaikan sepeda itupun ternyata masih lama karena dilanjut membersihkan tanah yg menempel pada part sepeda, satu membersihkan tak lama yg lain ketularan jg. Baru kemudian lanjut mengikuti jalur.
Lagi2 lumpur yg super lengket itu membuat beberapa sepeda kedodoran. Saya amati dari awal ada beberapa yg memakai ban semi slick, bukan ban khusus peruntukan tipe jalur yg demikian. Saya sendiri memakai kombinasi nevegal beda ukuran dpn belakang, yg masih sedikit rewel terkena lumpur yg super becek.
Daripada RD jebol mending berhenti dulu utk dibersihkan , begitu kata seorang rekan. Jalur yg naik turun ini dilewati dgn beberapa kali jeda. Sebenarnya memungkinkan tanpa nuntun pas kondisi tanah kering, cuma kebetulan saja sekarang sedang garang2nya musim hujan.
Saat jeda, mata saya tertumbuk pada salah satu sepeda milik rekan Turen. Sepeda yg mungkin tak banyak orang tahu, Polygon LIMIT. Sebuah produk yg berumur cukup lama namun tampak masih segar bugar dan terawat. Gila ! batin saya, relik seperti ini sudah sangat sulit utk ditemukan sisa2nya, apalagi dgn kondisi bagus. Sepeda ini walau berbekal rem V-Brake masih terlihat cukup handal melibas arena cross country terkejam. Warna biru dgn pilihan huruf yg terkesan garang itu menegaskannya.
Tidak sampai di situ, muncul lagi satu sepeda yg bikin terbelalak, Polygon Xtrada yg sudah pantas menyandang Mbahnya Xtrada. Awalnya saya mengira ini adalah Polygon Premier cuma kok bercat merah, setahu saya premier memakai cat kuning. Setelah mendekat barulah terlihat tulisan 'Xtrada' itu di top tube nya. Nasib sepeda ini juga berada di tangan yg cocok, rangka dan part2nya terawat kinclong. Tubing bulat itu membuatnya terlihat sebagai angkatan tua namun membahana. Ini jg salah satu yg sekarang susah dijumpai.
Rekan ini mempunyai sepeda yg membuat lumpur jatuh cinta. Dibersihkan berkali tetep ngeyel melekat susah lepas. Alhasil, gerusan lumpur yg parah plus dipaksa utk dipancal membuat rantai loss dan BB Octalink sepedanya rada kocak, seperti ikut2an pemiliknya yg berwajah kocak jg, hehe.
Nah ini aksi empunya si Limit yg justru tampak seperti 'menembus batas'.
Turunan awal sebelum ini merupakan tanah berhias batuan kapur yg besar dan berserakan, sukses memaksa saya utk berhenti ganti ban dalam dan menambah tekanan udara lebih banyak.
Dari batuan kapur berlanjut jalur di tengah ladang tebu, jalur yg terlihat ramah kepada sepeda manapun, mulus spt diaspal.
Rookie yg sedang beradaptasi dgn gaya bersepeda yg baru pula. Saya jadi teringat pengalaman pertama begejekan
Dan benar banyak spot yg sayang utk dilewatkan utk mengambil gambar. Sebuah gambar yg menunjukan anda tidak main2 menyukai bersepeda serta berhak mendapat pengakuan sesama pesepeda lainnya.
Dari area terbuka menembus area yg rimbun diiringi hembusan angin, gemerincing hub, rantai yg berloncatan dan bunyi gesekan daun2. Sebuah momen yg pasti tanpa sadar banyak dirindukan para pesepeda.
Menjelang dhuhur , sam Wahyu mengarahkan rombongan utk beristirahat di sebuah gubuk di tengah jalur. Gubuk yg tampak sering disinggahi oleh para petani dan kiranya bisalah dijadikan official rest area manakala jalur ini resmi dikelola.
Segera segala perbekalan tumplek blek di sini, dari mie setengah lusin hingga berbotol2 air mineral. Yang sedikit membahagiakan adalah gubuk ini punya lusinan nyamuk kelaparan, yg menyerbu tanpa pandang kegantengan. Kayu bakar bekas tinggalan petani itupun segera dinyalakan utk mengasapi ya nyamuk ya orangnya juga, lumayan parfum gratis bro plus tombo ngantuk.
Jadi area gunung ini mempunyai pohon kelapa yg bertebaran di mana mana. Khas daerah yg berdekatan dgn pesisir yg dgn mudah dijumpai deretan kelapa. Kabar baiknya, ada salah seorang rekan Turen yg mahir dan juara dalam hal panjat kelapa. Kelapa yg sedemikian tinggi 'duwur mentiung' nyaris tanpa tantangan dipanjat olehnya, malah sempat2nya memberikan tanda kemenangan berupa 'V sign' dari atas.
Kapan lagi ada marshall elit menjadi bakul degan, hehe. Kelapa muda yg segar itu sukses menggairahkan dan mengobarkan semangat utk kuliner. Tak ada ponari, masih ada exclusive fresh coconut water, langsung dari alam .
Tak ada piring, batok kelapapun jadi. Dgn sumpit bikinan sendiri dan batok kelapa yg dibersihkan, rasanya makan mie seperti makan spageti ala budaya suku primitif negeri antah berantah.
Dua rookie sangat rajin dan tangkas mengupas kelapa. Saya diberitahu bahwa ini kali pertama mereka bersepeda ala blusukan, dan sepertinya akan jadi momen tak terlupakan yg semoga tidak memberi efek jera. Maklum ga kuat batin kumpul pegowes betah klayapan bisa mematikan semangat hidup menjalani kehidupan di atas pedal sepeda.
Kelar menikmati mie ala batok kelapa, masih ada lagi acara guendheng lainnya yaitu mencampur kopi dgn degan. Kopi panas langsung dituang ke batok yg buahnya masih berdaging itu. Walau tidak mencoba, saya lihat yg minum sangat menikmati dan ngiming2i. Sayangnya saya sedang prei kopi walau sempat kepingin nyicipi.
Dan obrolan mulai para kembang desa, hingga acara kuliner bernuansa coconut party sukses membuat suasana meriah di peristirahatan. Tak pernah kami kehabisan tawa maupun apa saja utk dimasukkan mulut. Gubuk derita itu seolah terhibur kedatangan kami dan terlihat hangat seketika suasananya.
Kelar istirahat, bersih jalur pun dimulai. Spot pertama adalah membetulkan jembatan dan menguatkan dgn kayu tambahan.
Bawah jembatan adalah sebuah sungai yg cukup menggetarkan hati, dan menjadi penanda mulainya turunan total.
Berbekal beberapa parang, jalur dibersihkan agar tampak jelas utk dilewati. Saya sadari langsung kondisinya masih mentah, dgn beberapa bagian yg tidak rata berlubang, dan adanya batu yg menjorok keluar melintang jalur.
Tanaman yg rimbun menutupi kemiringannya yg kejam. Ada spot yg tanahnya mudah longsor, dan itu pula yg menjadi bagian kenangan saya. Jadi spot jalur tersebut kirinya sungai, sedang kanan adalah menjorok seperti jurang, dgn tanah yg mudah longsor pula. Menyisakan sedikit saja utk dilewati dan perlu kehati2an menaruh kaki.
Dgn percaya diri saya coba tetap duduk diatas sadel dan berjalan pelan. Tak disangka begitu lewat jalur sebelah kanan ternyata tiba2 runtuh sedikit tanahnya. Ban dapat traksi namun tanah terlalu gembur dan kadung longsor. Saat hendak berpijak, kaki tidak bisa mencapai tanah pada kemiringan yg curam itu plus roda belakang sudah terangkat ke depan. Alhasil meski saya kemudian berhasil berpijak, dorongan sadel dan roda belakang terlanjur kuat menubruk saya ke depan mengikuti kontur, wah nyungsep ini pikir saya. Parahnya tubuh tidak bisa lepas utk meloncat ke depan karena kaki terhalang handelbar yg lumayan lebar itu. Kkrrraaaassss buummm! saya sukses mencium tanah hingga melorot ke bawah dgn sepeda berputar di atas kepala menghantam tanaman Paitan.
Telentang sebentar sambil ketawa ketiwi menikmati momen. Setelah sekian lama, akhirnya jatuh jg saya.
Rekan2 pun meneriaki memastikan kondisi saya, ah apa tidak tahu saya sedang asyik tiduran di bawah sini 'aku rapopo rek'. Periksa seluruh badan dan yakin kondisi oke, lanjut ambil sepeda yg sudah terlempar sekian meter.
Tidak ada masalah dgn sepeda, beda cerita andai tadi jatuh kondisi full speed.
Inilah resiko memakai hardtail pada kondisi jalur yg amat curam dan mentah pula alias tidak mulus. Yang mana pada sepeda dgn rear shock keuntungannya akan menjaga ban belakang tetap menempel tanah, bukan terangkat ke depan seperti pada hardtail.
Apa saya akan ganti sepeda? no way, hehehe.
Kejadian ini segera diikuti rekan yg lain dgn nuntun sepeda, saya merasa sudah menjadi contoh yg sempurna, hehehe. Lanjut rek...
Ini mungkin bukan yg terbagus, tapi salah satu yg terbaik pemandangannya selama saya bersepeda, dan haram utk dilewatkan. Yang begini susah dijumpai di perkotaan, asli murni tanpa bahan pengawet.
Setelah area yg makjleb tadi, dan sedikit perbaikan di sekitarnya, kamipun berlanjut dgn jalur yg lebih baik dari sebelumnya. Masih dgn turunan yg raja tega ala downhill namun dihiasi obstacle yg tidak separah yg sudah2.
Lokasinya pun masih cukup tinggi utk menikmati turunan dan memandang jauh ke bawah sana sambil ber-say hello bergema seantero desa.
Penutupan terakhir adalah ladang jagung dgn hiasan jalur yg membuat rider mesti cepat ambil keputusan antara nuntun atau nekat hajar sajalah apapun yg terjadi.
Saya sukses melewatinya dgn bergaya ala rider blangsak nan amatir yg sedang merasa punya cadangan nyawa.
Tak lama kemudian saya bersama rekan sudah menyelesaikan perjalanan dan finish di gubuk mewah sam Wahyu yg tidak jauh dari gunung plethes. Sambil beristirahat, kamipun membahas kesan selama melintas jalur tadi.
Saya anjurkan utk segera diolah karena jalur keseluruhan cukup jempolan dan beberapa bagian sangat menantang sekali sampai cukup meyakinkan bahwa rider sejago apapun dijamin pasti ndlosor. Saya bayangkan cukup seru sih, tapi bila byk yg nyungsep kok ya kasian buat yg pemula2 karena dari bincang di akhir ini ternyata selama perjalanan byk yg mengaku mencium ibu pertiwi. Untuk itu kedepannya perlulah diperbaiki sedikit2 agar ramah utk semua kalangan.
Setelah cukup istirahat, sayapun segera berkemas dan angkut sepeda ke atas motor karena rencana pulang tidak sore2 biar bisa ngemong anak di rumah. Tak lupa berterima kasih atas undangan bersih2 jalur di Turen ini yg uampuh poll.
Kelar berpamitan dan beramah tamah, sayapun tancap gas balik ke Malang bergabung dgn iringan kendaraan yg sepertinya habis berkunjung ke pantai sendang biru. Senang rasanya sepanjang perjalanan mengingat petualang tadi.
Dan perjalanan yg berhias hujan deras berangin itu seolah kalah dgn puasnya menikmati jalur Gn Plethes dan keindahan alam Sumbermanjing Wetan hingga Turen.
Tak itu saja, keramahan rekan2 sam Wahyu serta lainnya cukup membekas dan memberi saya keinginan utk menyambung terus silaturahmi di atas sadel.
Ada bagian terakhir lagi sebagai penutup petualang Gunung Plethes ini,tentang saya menemukan sepeda relik lainnya yg sangat jarang ada di perkotaan .
Salah satu Royal series Polygon yaitu Polygon Reactor. Di jamannya sepeda ini merupakan kelas premium dan jumlahnya tidak banyak yg tersebar di toko sepeda. Menurut empunya harga sepeda ini berupa frame diperoleh dgn harga lumayan, sekitar 1jt lebih. Ada kisah bahwa frame ini dulunya bekas dipakai atlit. Saya periksa kondisinya cukup baik dan enteng sekali. Ada satulagi yaitu di depan tertempel emblem Polygon yg sudah tidak ditemui di produk tahun 2009 ke atas, dan baru muncul lagi di tahun ini. Sungguh frame ini termasuk langka dan kelak pantas jadi legend seperti Tyrano. Untuk menemuinya bahkan saya mesti menempuh jarak sekitar 60 km, beruntung sekali saya bisa melihatnya yg masih tampak kokoh dan gagah. Bila tidak salah ini keluaran 2006 - 2007 , tapi kelihatan segar bugar dan tak kedodoran sedikitpun menjajal jalur gunung plethes. Masih ada yg meragukan produk Polygon?
Cerita lain setelah merunut2 perjodohan saya dgn Polygon, ada 5 sepeda gunung bikinannya yg menghiasi perjalanan bersepeda saya. Dari mulai premier yg saya beli di semeru bike, lalu ada Collosus yg menemani ke taman satriyan, kemudian Xtrada 2015 sepeda bonus perusahaan yg cuma mampir sebentar , dan terakhir 2 buah Cozmic DX , produk Polygon yg lama saya idamkan.
Terus terang saja selain karena mutu, harganya yg ramah itu menjadikan saya bersahabat dgn produknya. Sepeda2 tersebut bisa dilacak di posting2 lama saya baik di blog maupun di subforum kaskus sepeda.
Petualang gunung Plethes ini jg cukup bagi saya utk menulis review singkat si Cozmic DX 4.0. Secara keseluruhan handling dan bawaannya sangat nyaman. Bentuknya yg kokoh membantu kestabilan melintasi jalur2 yg penuh hadangan obstacle. Dan di bagian belakang lebih liar di banding Cozmic dx 1.0 2011 saya sebelumnya, ibaratnya kuda jingkrak sedang birahi tinggi. Utk bobot sih tidak selisih jauh.
Namun entah kenapa saya merasa lebih dapat feel-nya dgn Cozmic sebelumnya. Dgn si DX 4 ini masih belum terlalu 'klik'. Apalagi bayangan warna hitam si DX 1 dan stripping yg sederhana namun mematikan itu cukup berkesan mendalam secara penampilan. Mungkin masih butuh bnyk perjalanan lagi utk mensinergikan saya dgn DX 4. Tapi secara keseluruhan, Cozmic DX adalah sepeda impian saya utk menikmati liburan yg tidak sekedar seru, namun jg berkesan. Bagaimanapun tunggangan yg tepat akan membuat perjalanan maupun petualangan menjadi lebih bisa dinikmati.
Minat dgn si Cozmic DX jg? mampir saja ke toko utk melihat kelas terbarunya. Bila bujet terbatas bisa menunggu ada yg jual sepeda, toh sepeda saya jg sebagian seken,hanya premier yg beli baru hehehe Tapi tak pernah ada masalah dgn frame meski sudah disiksa habis2an termasuk si premier.
Saran saya , jangan menunda2 utk beli sepeda dan segera dapatkan petualangan anda sendiri, anda akan takjub mengetahui apa yg mampu dilakukan oleh sepeda.
Quote :
A lot of fun stuff happens when you go out on a bike . It's enjoyable. Even when It's raining It's still fun.Salam utk sesama pecinta sepeda.