Apa Kabar Mas Burhan?
Bila ditanya 2 orang yg punya kesan mendalam bagi saya di masa awal nimbrung himpunan penggila sepeda yang bernama 'koskas malang' maka jawabannya ya mas Burhan dan Obi. Lho kok bisa? begini kisahnya..Mulai dgn yang terakhir disebut itu sekarang berdomisili di Gresik, alias kembali ke kota asalnya dan nyaris menjadi hil yg mustahal utk disambangi dgn bersepeda saat ini, entah kelak.
Tinggal nama pertama , yg ternyata bertempat tinggal pula dgn jarak yg bisa disebut jauh ,bisa disebut dekat. Dekat utk orang2 yg gemar melatih dengkulnya melahap ratusan tanjakan ganas di sini, jauh bagi individu2 yg melihat latihan itu sebagai sebuah aksi mengerikan utk dibayangkan apalagi dilakukan. Ada tho emang e? ada mas, saya sendiri, hehe.
Namun khusus perjalanan ini saya memang berniat mengunjungi teman lama ini, yg sudah cukup lama saya kangeni.
Niat itu sudah lama terpikirkan, eksekusinya saja yg agak lama tertunda karena mencari waktu yg pas. Minggu ba'da ashar saya baru mengeluarkan sepeda setelah siangnya ngalor ngidul sama sanak keluarga.
Berangkat melalui rute merjosari hingga villa sengkaling. Dekat dgn dusun entah apa namanya, yg merupakan jalan tembusan oro2 ombo, saya memutuskan rehat sejenak mengambil minum sebotol di toko orang, ditukar lembar 2 ribuan.
Ini juga adalah gowes dgn sepatu terakhir yg ready stok di rumah. Dua pasang sepatu sudah amsyong menjadi korban rangkaian perjalanan tidak bermutu sebelumnya.
Bayangan perjalanan yg saya rasa mudah itu ternyata tak menjadi kenyataan. Merasa sudah banyak perjalanan nan ganjil yg sudah saya lakukan tak membuat saya digdaya di lapangan menghadapi rangkaian etape ala tour de kota Batu. Termehek2 malah seperti rahwana yg kelagepan menghadapi rama dan pasukannya.
Cuaca sore hari benar benar menyelamatkan.
Sang saka Merah Putih selalu memukau, dimanapun saya melihatnya tampak kilauan masa lalu yg diperjuangkan dgn darah dan airmata utk negeri ini. Masa dimana pengorbanan dilakukan dgn sepenuh hati agar di hari ini kita bisa menikmati kedamaian.
Melihat langgar pun juga membuat perasaan tersendiri. Impian saya salah satunya punya rumah dekat langgar apa mushola, agar saya selalu bisa terjaga di kala dini hari. Melihat orang2 pulang sehabis sholat subuh di kala perjalanan mudik salah satu hal lainnya yg turut mendorong niat itu. Saya melihat sesuatu yg damai dari gambaran tersebut.
Pemandangan sore hari melewati desa Tlekung sangat menggairahkan. Bila dipadankan dgn masakan layaknya rujak cingur 'rodo pedes' dan segelas teh manis 'anget2 kuku' , disajikan sore hari setelah turun dari pos pendakian terakhir. Gimana itu rasanya? samean munggaho gunung disik mas, ngkok lak eroh... hehe.
Dalam satu setengah jam, saya sudah mencapai dekat oro2 ombo. Dan sebuah sekolah anak2 menghentikan roda sepeda utk sebuah panggilan ke-ndesoan dalam diri . Tak umum rasanya melihat sekolah didekorasi dgn kapal terbang, sungguhan pula. Bila ini bandara rasanya tak akan aneh, lha wong ini sekolah e kang.
Piro yo biaya e mlebu sekolah ngene iki....
Setelah beraneka ria pertanyaan dan jawaban, layaknya taman safari bukan safari dharma raya, sayapun tak terasa sudah mencapai destinasi utama .
Dgn perasaan yg hampir tak terbendung, saya akhirnya berhasil menjumpai sobat lama. Sempat khawatir yg hendak ditemui tak ada di rumah. Perasaan luar biasa lega bahwa tak sia2 jauh2 kemari, sudah ketemu saja itu merupakan berkah.
Mas Burhan , istri dan anaknya menyambut saya di depan rumah, mempersilahkan masuk dan kamipun ngobrol2.
Dua orang yg saya sebut di awal, mereka inilah yg saya anggap 'missing link'. Dalam setiap komunitas tentunya perlu ada individu yg menyambung antara orang lama dan orang baru, yg senior dan junior. Orang yg bertipikal 'welcome mas bro' , berwajah ramah, murah senyum dan gemar menyapa , SKSD pula, haha. Namanya orang baru pastilah sungkan utk banyak lagak dan cakap dgn orang lawas, nah orang2 yg menyandang 'rantai penyambung' inilah yg bertugas mencairkan suasana agar terbentuk komunikasi yg intensif dan berkesinambungan, ... halah.
Peran penting ini kelihatannya remeh, namun substansial karena komunitas dibentuk utk menjalin kebersamaan. Yg kuli batu, yg pegawai , maupun yg direktur semuanya bisa bercengkrama tanpa terbebani embel2.
Saya menemukan dua orang ini kala komunitas tak segarang saat ini menunya. Mungkin termasuk beruntung bahwa saya berada di dalamnya saat pertumbuhan itu terjadi , dari yg gerombolan 'cross country enthusiast' menjelma ke hobi downhill.
Lagi2 dua orang ini kemudian hilang saat daftar rute ramah tamah sudah jarang hadir. Padahal menu ala warung kros kantri tersebut potensial menjaring peserta baru. Bila saya orang baru kemudian gabung dgn orang yg sudah seperti hama wereng bolo klewang, ora seneng yen ora nang tutur welang, yo piye jal?
Nah itulah mengapa kadang saya kumat kangene melihat suasana dulu itu, menemui orang2 itu, saat semuanya masih belum segila sekarang spek sepedanya. Spek sepeda semakin meninggi, saya sadari pula bahwa akhirnya ladang bermainnya semakin sempit, pilih2 rute, yg ini tidak bisa/tidak mau diajak kesini, maunya yg seperti disana. Bukan sepeda yg mengikuti rute tapi rute yg mengikuti sepeda.
Inilah perubahan yg wajar terjadi, sayangnya seperti ini kerap membuat umur komunitas tak berlangsung lama dari yg saya amati. Belum lagi apabila yg lawas2 semakin hari kesibukannya makin bertambah.
Tentu saja kami tak ngobrol berat, hanya obrolan ringan seputar sepeda dan keluarga kecil. Sama2 baru menjadi bapak rasanya klop, sama2 sudah tak bisa brangasan seperti dulu. Mas Burhan masih sesekali bersepeda dgn rute dekat, persis sama saya, bedanya kalo saya dekatnya kadang ga ngitung jam.
Bila diingat2, saya pernah gowes dgn mas Burhan sebelumnya yg saya angkut di salah satu edisi blog ini (baca Goa Jepang adventuride )
Kabar utamanya beliau bersama keluarga sehat wal afiat, dan tampak makin harmonis setelah mempunyai buah hati. Semoga selamanya, amiin.
Dgn segelas teh hangat penyambung rasa sampai tak terasa adzan maghrib sudah tiba.
Saya pun berpamitan utk pulang, setidaknya sudah tersampaikan salam silaturahmi secara langsung.
Malam yg ngebut itu saya sempatkan sebentar mengambil pemandangannya. Dgn berbekal senter HP dan lokasi acak beginilah hasilnya, ora jelas blas.
Kerlip lampu di bawah sana dari kota Batu sangat layak utk sebuah penutup acara gowes. Anda akan takjub, dijamin.
Tuntas sudah kisahnya kisanak. Lumayan malam ternyata sampai rumah ,agak meleset dari perkiraan. Hawa yg dingin, jalan sekitaran batu yg tak berpenerangan dan gelap nian menghiasi perjalanan pulang.
Terima kasih sebelumnya utk Mas Burhan dan keluarga. Saya masih mengenang perjalanan2 dulu dan berkeinginan kapan2 utk bisa berkumpul kembali, tentunya dgn doa semoga kulo lan panjenengan ketemu kelak dgn keadaan yg sama-sama lebih baik, amiin. Begitu juga utk rekan saya Fahrobi.
Sekian lama berlalu ternyata kita semua sudah lumayan jauh ya kawan.Salam, semoga sehat selalu.