Menemui Sunyi, Menjabat Keheningan di Sabana Gunung Buthak

20:11 0 Comments A+ a-

Terlalu lama tenggelam dalam kebisingan kota dan kesehariannya hampir membuat saya lupa akan keheningan. Begitupun batin dan pikiran seolah turut hiruk pikuk , bahkan di kala saat rebah telah datang. 
Sedangkan hari kadang datang banyak persoalan yg perlu dijawab dengan mengolahnya dalam ketenangan batin, pikiran yg jernih, yg tidak resah kesana kemari mencari jawaban di luar sejatinya.
Badan boleh tidur, namun lelah tetap di sana manakala telah terjaga. 
Mungkinkah menemukan pengobatnya saat kita sudah sedemikian lama berada dalam arus yg kuat ini, yg bergerak cepat, bergemuruh dan melahap siapapun yg tidak mampu bertahan.

Kiranya obat itu ada dengan menenangkan batin, menjauhi sejenak riuh rendah yg seperti makanan pokok sehari2.
Itulah yg sedang saya lakukan, menjalaninya dgn keyakinan bahwa saat semuanya jernih, Sang Pemberi Damai  yaitu Tuhan, begitu mudah ditemui.
Setelah cukup lama memendam kangen akan pelukan alam, akhirnya saya bisa kembali meluangkan waktu menemuinya.
Bersama seorang sobat, momen menjemput kesunyian itu bisa dilakoni dgn baik. Kiranya Ridho Tuhan utamanya yg membuatnya mungkin.
Maka inilah sekelumit cerita kami untuk dibagi, menemui sunyi dan menjabat keheningan sabana gunung buthak.
 Tak mudah bagi saya utk berpamitan pada ibunya anak2, apalagi saya paham anak kami sedang top perform baterainya. Meski begitu alhamdulillah bisa diterima dgn baik  tanpa ditanya macam2( kelak anda yg berkeluarga akan merasakan betapa berat utk berpamitan mengambil waktu sejenak utk menikmati waktu2 bersendiri, utamanya bila anda kepala keluarga). Jauh di dalam hati, saya punya suatu keinginan sederhana yaitu di lokasi tujuan hanya ingin nantinya sholat dan memohon sebaik2nya akan kehidupan yg saya jalani.  Saya terinspirasi nabi Musa AS yg menemui Tuhan di puncak gunung, hehehe
Perjalanan ini sendiri sudah dijadwalkan sehari selesai. Berangkat pagi, maksimal sore menjelang malam sudah sampai rumah. Tanpa ada acara menginap. Semacam trekking santailah.
Jauh hari juga saya sudah menggenjot fisik dan mental bertahap untuk perjalanan ini karena saya paham faktor umur , hehehe. Dan utk mempersingkat dan memboster semangat , saya mengajak seorang sobat yg sudah paham seluk beluk Gn Buthak, mas Anshari.
Hari selasa, 10 november 2015, dimana merupakan hari pahlawan, itu hari yg kami pilih.
(Hari yg lain tidak bisa dipilih, karena merupakan hari kerja saya, sedangkan hari semacam hari mukti bisa dipilih utk teman telinga saja)
Perjalanan awal melalui pos coban parangtedjo ini termasuk mudah. Pos ini baru ada dan merupakan pos pendataan utk siapapun yg bermaksud mendaki .
Ladang terakhir merupakan spot terakhir bertemunya kita dgn peradaban. Kemudian akan sulit sekali utk bertemu wujud manusia selain diri sendiri dan rekan seperjalanan.
 Sungai di samping mengalir dengan deras, cuaca juga terasa agak lembab. Hujan sudah membasuh jalur ini  walau sepertinya tidak terlalu lebat.



Jalur sepanjang pendakian awal masih terlihat kering namun tak begitu berdebu. Kali ini porsinya mulai bertambah di sektor sudut kemiringan. Hanya karena kini saya adalah pesepeda tak membuat pendakian ini mudah, saya yakin begitu juga sebaliknya tak akan mudah seorang pendaki utk bersepeda melahap tanjakan.
Napas mulai terasa menyesak sesekali.


Untungnya cuaca begitu kalem diselingi sapuan kabut. Pos kedua tanah lapang setelah tanjakan kejam tadi tampak bekas perkemahan.
Kiranya banyak yg telah menjejakkan kaki minggu kemarin.

Setelah memasuki 300 meteran dari pos kedua, mulai banyak bekas kebakaran. Ranting kering dan patahannya bersliweran di tengah jalur.
Tapi percayalah , saya bisa merasakan aroma segar pegunungan yg hendak bangkit kembali. Itu membuat tubuh terasa segar.

Salah satu bagian yg perlu dicermati adalah ini. Menuruni jurang dgn menyusuri pinggirannya. Dari atas  smp bawah bersudut curam, berdoalah utk tidak tergelincir. Kondisi kering saja perlu esktra hati2, bila sedang musim hujan pertimbangkan matang2.
Siapkan tali maupun alat keselamatan.
Setelah menuruni jurang, kemudian naik lagi yg tidak kalah ekstrim kondisinya.  Sekalilagi lihat dulu kondisi jalur melewati jurangnya saat hujan utk dilewati, memungkinkan apa tidak.
Saat pulang dalam kehujanan, dan kondisi sudah kelelahan, saya cukup merasakan tekanan horornya. Meleset pijakan alamat melorot tanpa henti bin gedebum.
Setelahnya kita mencapai pertigaan menuju puncak, dan jalur pertemuan antara yg lewat princi dan panderman.
 Banyak sekali pohon berukuran seperti ini tumbang.
Kebanyakan menjadi korban kebakaran. Sungguh disesalkan karena umur pohon ini mungkin terbilang puluhan hingga ratusan.




 Bekas kemarau paling parah berada di area ini.  Saat kami datang masih terasa kering tanahnya. Beberapa pohon yg tumbang terkena kebakaran masih mengeluarkan asap.



Saya beristighfar berkali2 melewati lokasi ini. Sungguh teramat parah kebakaran yg sudah terjadi,  sepanjang mata memandang tampak tumpukan abu dan arang dimana2.
Apa ini ada relasinya dengan keadaan di bawah seperti bahwa Malang terasa begitu  panas akhir2 ini?
Hanya sedikit yg bertahan di kebakaran yg hebat ini. Untungnya saya menemukan beberapa tunas pinus dan tanaman lainnya mulai tumbuh di sela bekas kebakaran.
Entah bagaimana dgn nasib satwa penghuninya..

Entah kenapa saya merasa perih melihat ini. Ratusan pohon tumbang, menjadi arang, bahkan banyak yg sampai tercerabut akarnya dan melorot hingga bawah.
Akan sangat berat bila kita hanya membebankan tanggung jawab sebagai paru2 bumi ke mereka.  Hendaknya di bawah sana kita bersama meringankan dgn turut menghijaukan sedikit.
Semoga anda yg melihat ini terketuk hatinya.

Setelah perjalanan sekitar 4 jam, akhirnya sampailah di sabana gunung buthak. Walau bekas kekeringan masih melanda di sana sini, hijaunya mulai tampak berbenah.
Di kala hujan rajin berkunjung akan sangat indah melihat mereka tumbuh setinggi- tingginya menyambut siapapun.



Sendang gunung buthak. Inilah perhentian terakhir kami. Tempat ini masih nampak rupawan, begitu penuh energi dan berhawa lenggang.
Saya dan mas anshari pun menggelar tikar, memasak dan bercengkrama sambil sesekali terdiam menikmati sabana ini.





 Di tempat terbuka yg sangat luas ini, segala sesuatu seolah berjalan dengan tidak cepat ataupun lambat, hanya sabar mengikuti sunah Tuhannya.
Semuanya terasa berperan dalam keindahan dan terbungkus di dinding kesunyian ,tidak gaduh merasa paling berperan, tidak berlebihan.
Semuanya bisa dirasakan batin, dari yg tampak oleh mata, terdengar telinga hingga yg tersirat dalam keheningannya.
Ah kadang alam tampak lebih bijak dari manusia...



Setelah menempuh perjalanan hendaknya kita tahu juga utk menikmati perhentian kita. 
Menikmati sepiring mie dan secangkir susu jahe, begitu mahal rasanya dgn berada di tengah keindahan ini.
Merebahkan diri sejenak sambil berteman kabut yg silih berganti turun menyapa.
Perjalanan yg tak akan memalukan utk ditangisi dengan bahagia.
Tengah hari hujan mulai membasahi sabana ini, gelegar sang gemuruh juga mulai nampak. Kabut tebal mulai menyelimuti. Kamipun bergegas turun.
Alhamdulillah ,tak lama lagi sabana ini akan menghijau kembali dan penghuninya riang gembira menari di tengah rintik hujan.
 Perjalanan turun pun tak mudah, di tengah gerimis yg merata ini menjadikan beberapa lokasi mulai licin dan gembur.
Dan ternyata 'orang gila' di hari itu tidak kami saja, masih ada lainnya yg hendak muncak dan turun langsung malam harinya. Ah, bertemu orang sealiran selalu membuat akrab.

Kembali di pos kedua. Ternyata pas dengan perkiraan jarak tempuh kita. 
Dan setelah terpeleset, berlari dan berbasah ria di sepanjang jalur turun, warung terakhir berhasil digapai kembali. Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa pula kami masih bisa menikmati hangatnya teh manis dan tersenyum penuh syukur.
Oleh2 kesunyian dan keheningan dari sabana membawa efek jernih di hati dan pikiran.
Rasanya bahagia, dgn embel2 'puol' di akhir.
Kontras dgn akhirnya, yaitu kemacetan parah mulai dinoyo hingga jalan Soehat. Banyak sesama yg tidak sabaran saling mendahului, saling melibas dan mengklakson. Semua berlomba2 lebih cepat dan tidak mau mengalah.
Bagaikan racun, yg normal pun bisa keracunan juga berada di tengah2nya.
Pada akhirnya memang sesekali perlu buat kita menjauhkan diri sejenak dari keriuhan perlombaan ini, agar kita bisa memandang dengan proporsional.
Dan tidak membawa racun itu dalam keluarga kita.
Segala puji bagi Tuhan yg memberi pemahaman.
Climb the mountains and get their good tidings. Nature's peace will flow into you as sunshine flows into trees. The winds will blow their own freshness into you, and the storms their energy, while cares will drop off like autumn leaves. Nature's sources never fail. 
Terima kasih utk Anshari , teman seperjalanan