Bertamu ke Sabana Mahapena Sang Arjuno
Punya waktu libur terbatas sedang hati terus memendam rindu membuncah haru bersua alam? paling cocok ya ambil saja hiking atau trekking( apapun itu istilah yg tepat) santai sehari dengan rute tersedia yang terdekat.Itulah yg kembali saya lakukan dengan libur yg cuma sehari namun hati sudah kangen ngesot setelah klayapan terakhir ke Gn Butak.
Kali ini rute yg saya ambil adalah jalur pendakian Gunung Arjuno via Lawang. Dengan rencana berangkat pagi pulang sore maka tentu saja tak ada rencana ke puncak, cukup dengan ngapel sampai sabana saja.
Daannn .... seperti biasa yg cocok diajak utk duet maut ya si Anshari Rahman. Kontak mulai jum'at utk rencana di selasa 1 desember.
Sedikit kejutan bahwa di pos registrasi yg sepi itu kami mendapat kabar dari penduduk sekitar bahwa jalur pendakian via lawang sedang ditutup karena minggu sebelumnya ada pendaki asal singosari terkena kebakaran dgn kondisi paling parah di bagian kaki.
Sudah jauh2 sampai kemudian mendapat berita seperti itu merupakan 'sesuatu', bisa kun-kun nih kalo batal, tak ada rencana cadangan. Saya pun menjelaskan bahwa kami tak ada rencana muncak ataupun bermalam, dan sore hari sudah turun.
Diberilah kami kontak pak Rudi yg merupakan pegawai di pos registrasi utk mengabari terlebih dahulu.
" tuu tu u tututuuut..." saya pun mengontak pak Rudi. Di terima dgn baik, setelah menjelaskan rencana disambut dengan " monggo, lanjuuutt mass...."
maturnuwun ya Gusti Allah, senyum merekah kembali.
Oh ya pos pendakian via purwosari dan tretes tetap buka seperti biasa.
Kemungkinan pos via lawang tidak dijaga karena sangat langka ada pendaki di hari selain jumat-sabtu-minggu.
Tak jauh dari pos registrasi ada base camp utk menaruh motor , mandi atau sekedar beristirahat dulu sebelum tancap dengkul.
Setelah si Anshari menuntaskan sarapan, maka acara utamapun dibuka. Udah istimewa sekalilah sarapan sambil 'jigang' memandang kebun teh, kapanlagidotcom rek..
Setelah sedikit tanah yg mulus ,ganti dengan jalur batuan terjal yg cukup panjang dan menggores hati. Menuju pos 1 kami bergantian membincangkan bahwa jalur ini akan sangat 'unyu-unyu' bila dilewati dengan bersepeda ria. Sudah kebayang berbagai model nyungsep dari yg gaib sampai yg makruh.
Pos 1 begitu cerah ceria. Melintas beberapa petani lokal dengan senyum dan sapa ramah.
Hawa cenderung ayem dan semilir membelai kuping, nyesss begitulah bunyinya.
Tak ada tanda pendaki yg mampir minggu2 terdekat kemarin.
Dari jalur pertama kemudian menuju jalur kedua ke pos lincing kentara sekali eskalasi kesulitannya. Jalur yg merupakan batas akhir kebun teh dengan Tahura R. Suryo ini mulai sedikit membingungkan akibat dihantam kemarau dan kebakaran parah.
Ikuti saja jalur yg mirip sungai , yg sepertinya juga merupakan jalur aliran air.
Hiking santai bukan berarti meminimalkan perbekalan. Memang jarak tempuh lebih cepat secara kita cuma berbekal Daypack saja, meski begitu saya tak melupakan utk hal2 di luar rencana, 'prepare for the worst'.
Obat2an selalu menjadi perhatian utama, entah itu cuma analgesik dan minyak tawon. Contohnya ya ini pas istirahat , si Anshari digigit semut yg lagi gemes ketiban tamu tak diundang. Saya pun sempat 'diencus' hewan seperti belalang tapi lumayan bikin perih di jari.
Dioles minyak tawon , alhamdulillah teratasi tanpa masalah baru.
(Minyak bergambar tawon itu sudah cukup ampuh, bagaimana bila bergambar ola ramlan ya)
Jalur ini seperti habis dihajar kebakaran, kemudian diserbu hujan lebat dan yg terakhir diobrak-abrik badai. Pohon tumbang dimana-mana, patahannya menutup jalur tak beraturan dan akarnya tercerabut.
Tak ketinggalan bau arang.
Mendekati pos lincing bisa memboster semangat yg mulai kendor. Jalur ini cocoknya dilintasi pas cerah begini, pemandangannya amboi bin lega. Tidak kebayang kalau malam seperti apa, rasanya hanya akan menghayati suara jangkrik dan goyang dedaunan saja.
Bersyukur sekali bahwa tak ada 'ranjau' kleleran di sepanjang jalur, entah bila sudah hanyut terbawa hujan, hakakaka. Salut utk pendaki yg sopan2 dan mengutamakan higienis.
Pos II Lincing merupakan 2/3 dari perjalanan kami. Tak ada petugas perhutani seperti yg dikabarkan penduduk di pos registrasi tadi. Mungkin sudah turun bapaknya karena memang waktunya mendekati dhuhur.
Dari pos 2 ada 2 jalur menuju Mahapena, satunya melewati jalur gunung lincing seperti foto di atas. Jalurnya zigzag dgn kemiringan yg hampir ga masuk di akal kok ada yg bikin jalur seperti itu.
Saya terbahak bahak membayangkan ada yg membawa keril puluhan liter melewati jalur ganas itu. Kalo nyungsep depan sih masih keren, lha kalo nyungsep belakang bisa glundung habis tuh, haha
Satu jalur lagi adalah memutar melewati sabana, itulah tujuan kami. Sabana Mahapena
Dari jalur lincing menuju mahapena ada kenaikan lagi , tidak cuma kesulitan namun juga keindahannya. Setiap langkah menanjak membawa rasa riang utk segera sampai atas menerawang segala penjuru.
Jalur ini menyediakan derita sekaligus pengobatnya. Angin tak berhenti2 berhembus segar.Tak terasa tiba2 kita sudah sedemikian tinggi dan tak pernah sekalipun bibir mengeluh penatnya badan, hanya senang sekaligus syukur.
Wes pokoke manyussss tenannn.....
Jalur yg dipenuhi bebatuan hitam pegunungan itu sulit dilawan pesonanya, uampuh sodara2.
Sedikit penampakan dari pemandangan yg tak terkira adanya. Tak henti2 bertasbih mengingat Yang Maha Pencipta
Lembah dan sabana begitu luasnya, puncak dan langit bersanding padu, tebing kokoh menopang. Surga ada di sini? saya kira begitu
Kiranya hanya alam yg pantas mendapat mandat kemegahan ini, karena alam selalu bisa menjaga dirinya dalam harmoni.
Hanya bila bang Thoyib lupa pulang ke rumah karena keranjingan ke sini kiranya saya akan setuju. Hahay....
Spot inilah yg akhirnya jadi singgahan kami. Masak2, bersenandung, ngopi , berdiam diri dan kemudian menikmati waktu dgn cara masing2.
Suasananya sangat sepi dan sunyi hingga suara burung di kejauhan begitu jelas terdengar.
Sayup2 terdengar suara anjing dan orang memanggil2. Saya mengira salah dengar, ternyata anshari mendengar juga.
Namun suara itu timbul tenggelam, sesekali terdengar kemudian menghilang lama.
Tak disangka ada edelweis di depan tempat kami singgah, persis semeter jaraknya.
Sungguh seperti saya merasa sedang diarahkan kemari karena di jalur sebelumnya tak nampak adanya bunga ini.
Meski kering dia tetap berdiri kokoh. Kami berterima kasih atas sambutan ini
Bersendiri dan bermunajat. Kiranya Tuhan mendengar pinta saya, begitu juga dengan anshari, amin.
Ada porsi lain yg perlu direncanakan, seperti foto2, menumpahkan kerinduan dan tentu saja memberi makanan bagi rohani. Rugi bila menempuh sekian kilometer hanya kemudian terlupa mengingat kebesaran-Nya.
Saat awan mulai berarak, kamipun turun. Sebenarnya ada keinginan utk menanjak sedikit lagi namun mengingat perbekalan yg terbatas dan tak adanya sumber air membuat kami mengurungkan niat tersebut.
Meski begitu sebelum pulang kami menyempatkan diri mendekat ke tebing di tengah sabana. Ya pasang pose keren, lumayan buat oleh2 anak cucu.
Surprise, kami ternyata tidak sendir. Di atas ternyata ada pembuktian bahwa kami tadi tak salah dengar, dan telinga kami masih baik2 saja, hhehe.
Gara2 melihat jalur bapak ini , saya penasaran dengan jalur ke arjuno via gn Mujur dan Candi Sumberawan.
Perjalanan turun alhamdulillah lancar. Ada momen unik ketika kami melihat rombongan monyet turun dari gunung lincing menuju hutan dekat pos 2. Begitu cepat turunnya dan beramai2, entah ada apa di atas sana.
Bila berangkat tadi di area kebun teh masih ramai petani dan pemetik daun, saat turun tempat ini sepi total.
Memandang sekeliling seolah cuma kami yg manusia terakhir.
Terlihat mendung di kejauhan bawah sana, sedang di sini masih cerah gemilang.
Kami sampai kembali di pos registrasi lebih cepat dari yg saya bayangkan. Istirahat sejenak sambil menghabiskan bekal bawaan. Ada 1 bekal yg saya buat jaga2 bilamana cuaca dingin dan hujan di perjalanan ini yaitu basreng pedes. Ternyata cuaca cerah dan takut perut kenapa2 jadi tak saya santap di atas, baru dibawah berani melahap, kalau tiba2 kebelet masih aman..hehe
Pulang mampir warung ampera saiyo sakato. Entah jodoh apapula ini , pemilik warung maniak sepeda pula. Selain temboknya dihiasi poto2 sepedaan , nongkrong pula di belakang 2 biji sepeda non ecek2 di belakang . Tertulis nama clubnya BMC , dari bedali mancal club.
Dari perjalanan berangkat hingga kembali ke rumah, alhamdulillah berjalan lancar.
Dengan waktu yg cukup singkat ,sangat puas bisa mengunjungi jalur pendakian Arjuno.
Saya sarankan mendatanginya di hari biasa, saat suasana sepi dengan sedikit orang sungguh terasa lebih merasuk ke hati. Kita bisa menikmati proses perjalanannya dengan lebih khusyu' dan sabar.
Saya menemukan terbawa serta saat kembali menunaikan ibadah dan kewajiban di tengah keluarga dgn diri yg kembali fresh.
Puji syukur pada Sang Pencipta tak henti2nya bahwa saya yg masih bergelimang maksiat ini masih diijinkan merasakan sentuhan-Mu mengisi kalbu.
Terima kasih untuk sang Arjuno yg gagah perkasa atas sambutannya, dan
untuk Anshari yg masih menyempatkan diri utk berduet.
Going to the mountains is going Home
2 komentar
Write komentarview-nya bener2 ajibb
Replybener2 nikmat ngopi ditemani keindahan alam
sangat, subhanallah.Ada keinginan balik lagi dekat2 ini
Reply