Menyusuri Lembah Pegunungan Putri Tidur

11:18 0 Comments A+ a-

Gunung butak dan panderman merupakan bagian dari pegunungan putri tidur. Disebut demikian karena apabila kita memandang ke barat tampak deretan pegunungan yg membentuk selayaknya seorang putri yg sedang tidur. Walau ada kesan anggun, begitu memijak salah satu dari untaian pegunungan ini tak kehilangan kegagahan dan kegaharanya.

Setelah keberangkatan Anshari dalam rangka turing menuju Sumbawa, otomatis belum ada lagi yg bisa diajak utk ngesot dadakan. Ada beberapa rekan lain namun saya masih cukup sungkan mengajak kelayapan di hari kerja ,apalagi yg sudah ada polisi dapurnya.
Senin 21 desember entah darimana datangnya keinginan 'golek kesel' / cari capek. Setelah beberapa hari sebelumnya badan K.O dihajar flu batuk,  serasa belum fresh dan fit benar kalau belum mandi keringat.
Tujuan mau cari yg dekat2 saja, akhirnya dapat ide juga yaitu ngurut lembah si putri tidur mulai dari bedengan hingga mana aja segempornya kaki.
Selasa esoknya setelah beberes di rumah( momong anak tercinta, bantu istri, cuci seragam dll), packing kilat dan langsung meluncur sekitar jam 10. Niatnya sih jalan kaki dari rumah sampai dieng, apadaya sudah gobyos duluan. Naik angkot di perempatan kawi smp plasa dieng kemudian jalan ke terminal angkutan TL.

Sayang saya baru tiba saat angkot sudah berangkat, dan mesti menunggu sejam lagi utk keberangkatan selanjutnya. Alhasil ngemper dulu di bawah gapura kalisongo.
Lama duduk akhirnya coba jalan pelan sambil menunggu angkot selanjutnya atau numpang pickup jeruk menuju selorejo kalau ada.
Setelah 1 km tak ada tanda hidung angkot yg lewat. Walah sudah hampir menanjak panas pula tiba2 ditawari seorang bapak utk bareng sampai atas. Wuih bahagianya.
Smp gerbang dusun selorejo saya sempat galau apa akan memberi uang utk bensin atau ga sama si bapak yg baik, ternyata respon saya kurang cekatan, keburu ditinggal diajak salaman aja.
Semoga bapak yg baik tersebut diberi balasan kebaikan yg setimpal, amin.
Di selorejo nambah sedikit perbekalan sambil cek ulang kelengkapan.
Baru mau nanjak sudah menjelang dhuhur, ngaso lagi ambil duhuran dululah.
Air di langgar ini sedingin es walau cuaca sdg panas, kalau cuaca dingin kaya apa ya

Start awal menuju bedengan tak ada kendala berarti. Tanjakan sedemikian rupa yg bikin ngos2an banyak pesepeda bisa saya lewati dgn lebih ngos2an lagi.


Cuaca mulai sedikit gemulai dgn iringan awan. Di spot bedengan saya mengambil sedikit atas, tampak sedang ramai pelatihan Menwa. Wah gayanya yg mimpin ngalah2i tentara beneran.
Sayang suara yg digagah2kan itu disemburkan melalui toa, jadi ya usaha seberwibawa apapun jadinya tetep sember bin cempreng, hehe mirip kaya suara panitia tujuhbelasan.

Buka kompor dan masak dulu seadanya. Sambil memandang sungai sungguh terasa tidak nikmatnya, semua karena ada pasangan sedang membuat video klip di pinggirannya. Pakai acara sun2an segala, pdhal tahu saya sedang disitu dan ada beberapa mbak2 menwa juga. Top benerrrrr muda mudi kita.
Oh ya , benar2 fakta bahwa kalangan pendaki kita yg lokal sulit dipisahkan dari yg namanya mie instan. Enteng dibawa , cukup mantab di perut, apalagi bila ditambah potongan kecil cabe...wuihh 
rasa no 1, gizinya nomor sekian, haha.
Kelar ngaso, maka dari bedengan nyebrang , turun dikit kemudian nanjak dekat kebun jeruk.

Buah dari tanjakan ini adalah pemandangan kota malang bagian barat yg begitu luas terpampang. Saya tidak mempunya patokan jalur, apa yg di depan mata coba saja, buntu balik.



 Nah disini cuaca mulai galau. Di sini mendung tapi di kejauhan sana tampak terang benderang, di kejauhan sisi lain malah berkabut.
Sampai sini saya hanya bertemu sepasang petani saja. Saat menanyakan kemana arah saya, saya jawab jalan jalan saja.
Sendirian benar2 membatasi potensi saya utk tampil keren dalam berfoto. 
Tak banyak yg bisa dilakukan, nasib....





 Nikmat sekaligus ngeri juga berjalan di tengah hutan. Saat mendung gemar tiba seperti ini membuat beberapa rimbunan pohon tampak lembab dan lebih gelap. Tak ketinggalan nyamuk.
Suasananya semacam hutan2 di eropa sana walau saya belum pernah kesana. Lihat di video tak jauh beda gambarannya.
Saya sempat putar balik di salah satu jalur karena semakin masuk semakin gelap dan rimbun belaka.
Entah kenapa ada rasa semriwing, mendengarkan lagu tak banyak membantu. Sial lagi entah kemana ini petani2 yg biasanya rame dan gampang ditemui. 
Buruan muter wes..
Inilah jalur yg saya putuskan utk putar balik, di depannya itu makin rimbun pepohonannya. Di tambah mendung makin sangar pasti..

Tanpa rekan, saya banyak ngobrol sama diri sendiri dan lumayan fokus mengamati serta menikmati sunyinya perjalanan. Teman paling setia itu nyamuk yg tiada dua jumlahnya. Berhenti sebentar saja langsung puluhan yg nemplok dari bawah smp atas.

Yang istimewa lainnya seolah beban di hati dan badan diangkat semua oleh bau dedaunan, goyangan dahan, bebauan tanah, arak2an awan, selimut kabut dan pucuk gunung yg diam dlm mistis

Dan setelah foto ini datanglah hujan lebat dan angin kencang.
Saya pun memutuskan utk menyudahi perjalanan walau tak sempat menuntaskan menaiki salah satu spot tinggi utk mengambil foto dan beristirahat.
Karena cukup lapar dan hujan lumayan deras, akhirnya numpang berteduh di gubuk milik petani. Kalau tadi masih ada 1 - 2 orang yg saya temui, kali ini benar2 sepi.
Gubuk ini dilengkapi dipan dgn alas tikar dan ajaibnya di dalamnya terasa sangah hangat walau tak ada tungku. Tak terdengar dengung nyamuk, nyaman sekali.
Di sampingnya ada kolam tadah hujan dan beberapa keranjang angkut.
Menikmati bekal , sayapun berinisiatif meninggalkan sedikit utk pemilik gubuk sebagai ucapan terima kasih.  Hujan sedikit reda, saya bergegas melanjutkan karena waktu sudah menunjuk pukul 4 dan di tengah sini terasa seperti sudah hampir magrib.
Saya mencapai petungsewu menjelang pukul 5. Tak ada istirahat yg saya ambil, tetap jalan pelan2 sambil mengamati apabila ada angkot lewat.

Dan ternyata hingga ringin di pertigaan petungsewu tetap nihil angkot. Ada 2 pickup yg lewat dan saya coba utk menumpang, belum rejeki tak ada yg berhenti.
Oh ya, saya sempat berkeinginan melakukan 'uklam-uklam' alias jalan kaki dari rumah hingga bedengan. Inspirasi ga normal ini datang saat saya tidak sengaja membaca salah satu blog dimana empunya doyan jalan kaki blusukan, salah satunya dari Malang hingga Batu.
Tak disangka hari yg saya impikan itu terwujud di detik perjalanan ini.
Hujan yg tiada reda, bercampur pesimisme akan angkot memantabkan saya utk jalan sajalah sekalian sampai dieng, sak kuat2e.
Dari info akurat juga yg saya peroleh dari seorang bakul gorengan menyebutkan tak ada angkot maupun ojek yg gentayangan menjelang magrib seperti ini sepanjang kalisongo, di kala hujan pula.

 Tertatih2 saya berjalan kaki di lebatnya hujan, sambaran kilat serta mati lampu sepanjang perjalanan. Setingnya persis yg ada di film2 thriller dan horor.
Itu berlanjut hingga saya mencapai plasa dieng.
Rencana utk lanjut naik angkot dari dieng smp perempatan kawi saya batalkan karena kondisi saya sudah kuyup sebasah-basahnya.
Tak tega saya mendholimi bangku angkot dan penumpang lainnya.
Akhirnya tak pelak kaki ini lanjut diajak ngesot tambahan sampai rumah hingga isya lebih sedikit. Perkiraan jarak tempuh dari atas hingga rumah ada kurang lebih 16-18km.
Sukses membuat baut dan engsel pergelangan kaki terasa lepas dan ngilu di sendinya.
Betis seperti menahan beban 7kg masing-masing. 
Rasanya di seluruh tubuh benar2 luaaarrr biiasaaaa...     remuk redam.
Alhamdulillah kaki saya masih dimampukan hingga pulang. Pdhal itungan saya sepanjang pulang saya cuma mengambil istirahat 5 kali 1-2 menit.
Tiba di rumah sudah pol banget capek , susah dan senangnya.. tak akan terlupakan
Selalu always , gapernah never...
Akhirnya ya tetep syukur dining Gusti Allah. Tak terlupa anak istri yang tersayang, terima kasih.
Sesuatu yang mesti kita bayar mahal tidak dengan uang ternyata mempunyai kesan yang mendalam di sanubari

 Sampai jumpa di perjalanan selanjutnya wahai diri.