Bukan Pantai Yang Saya Tuju, Tapi.......
Di perjalanan menuju mondangan beberapa waktu lalu, saya melewati daerah entah apa namanya. Melewati hujan yg sangat deras dengan kecepatan sedang, mata saya tak sengaja tertumbuk ke salah satu warung.Warung yg mirip gubuk dgn anyaman bambu. Ketika saya melintas ada seorang nenek yg sedang duduk termenung di depan. Entah kenapa saat itu saya merasa ingin sekali mampir walau sekadar ngopi saja. Sayangnya saat itu inisiatif saya mengatakan saat pulang saja melaksanakannya.
Dan tebak apa? saat pulang warung tersebut sudah tutup. Menyesal sekali rasanya kok ga waktu tadi berangkat langsung mampir.
Walau begitu saya masih berangan-angan kuat akan mengunjungi warung nenek tersebut di waktu mendatang.
2 kali percobaan berangkat gagal karena berbagai hal. Rupanya angan2 yg masih terus menghantui itu jadi ganjalan kuat utk segera dituntaskan. Dan hari ini tanpa ba bi bu bikin rencana, berangkat biarpun hujan di depan mata. Jangan sampai angan2 yg tak tuntas itu kelak berubah jadi bisul.
Jujur saja minggu2 ini saya memang sedang kena wabah kurang piknik yg ditandai dgn timbulnya gejala agak labil, mata merah, moncong putih, kepala bertanduk ,sering meracau ga jelas tengah malam dan timbul iri kalau lihat foto2 orang ke gunung apa ke pantai, apalagi minggu kemarin habis ada libur panjang, tapi saya ga libur. Kepinginnya sih ke Malang selatan daerah2 sumbermanjingkulon. Tapi prioritas pertama saya tetap mengunjungi warung sang nenek yg arahnya di sumbermanjingwetan.
Alhamdulillah keberangkatan itu lantjar djaya laksana dokar meluncur di jalan tol, bebas mulus tanpa hambatan hingga TKP utama.
Gobloknya saya kok berlama2 mampir sampai ga tahu nama sang nenek, duh. Asli efek kopi orang desa yg pahit manis seperti senyum saya itu sungguh mujarab bikin amnesia.
Saya merasa sedang akrab dgn susana, eh suasana pedesaan yg guyub, rukun dan ga kenal dugem apalagi karaoke.
Dan cerita lengkapnya, hm.. saya simpan sendiri sajalah utk episode warung ini.
Yang pasti kebahagiaan itu ga cuma kumpul2 , atau berkunjung ke tempat elit, mewah dan lux. Atau berhasil naik gunung ini itu, maupun koleksi foto ratusan pantai. Bahagia itu selamanya tentang rasa, bukan tentang dapetin sesuatu. Simpel sekali.
Jam 3 , selingan berikutnya mbuh nandi karepe ati/ ngikut sregnya hati. Saya lanjut masuk arah ngliyep dan tiba di pantai pasir panjang.
Senja sudah tiba duluan. Di hari kerja, lokasi ini bak surga, minim kunjungan wisata yg adalah merupakan suatu berkah bagi saya. Orang lain liburan saya kerja, balasannya orang lain sibuk kerja saya mah ongkang2 liburan di pantai pribadi, hehehehe.
Sudah ga perlu dibayangkan kalau musim libur seperti apa rupa tempat wisata. Inginnya wisata nyari ketenangan bisa jadi malah nyari musuh.
Yak begitu pantainya. Pokoknya di pantai itu pas pagi bener atau pas senja adalah momen yg sumringahwati. Cantik, natural beauty and wonderful always.
Sejam lebih saya melewatkan waktu dengan bincang banyak hal dengan Pak Teguh, ketua nelayan pantai ngliyep dan sekitarnya.
Mulai dari kehidupan para nelayan kita, kondisi wisata sekitarnya dan harapan-harapan baik ke depannya. Yg cukup mengesankan , pak Teguh ini orangnya berwawasan luas dan selalu mengikuti perkembangan di luar sana dgn baik. Jadi jangan salah sangka bahwa di tempat pelosok kemudian ga ada orang yg melek ama teknologi, berita maupun tetek bengek di luar, tahun 2016 gitu, tolong ya.
Oh ya , pak Teguh termasuk pengawas pantai. Dari cerita yg saya tangkap, cukup banyak hal positif dan keinginan memajukan kehidupan nelayan dan penduduk sekitar. Maka itu teman2, ga perlu sepertinya nyari-nyari pantai jauh di luar sana, di sini lho amat banyak dan 'worth' banget.
Ga kalah indah dgn yg di luar sana , kecuali emang sudah menjelajahi semuanya. Beberapa pantai sudah gampang dijangkau, dan beberapa memang masih terisolir bak surga tersembunyi.
Sebenarnya saya masih ingin lama2 ngobrol dgn pak Teguh, apadaya ga ada rencana bermalam. Padahal sudah ditawari jamuan, diajak pula ke gunung kumbang apa namanya gitu. Dijamin ga bakal kelaparan pula katanya, duh jadi ga enak sendiri menolak keramahan.
Lain waktu saya mampir lagi deh pak Teguh, maturnuwun dalam hati.
Magrib saya pun angkat kaki. Sudah bisa ditebak pengalaman seperti apa meluncur di jalan kabupaten menjelang gelap.
Sudah berhujan deras, kanan kiri pepohonan lebat tanpa penerangan sama sekali, terkadang melewati jurang, memutari bukit, dgn kabut dan hawa yg menusuk. Jeleknya lagi kok ya saya baru ingat ini tadi malam jumat, duh.... mistis wes. Pantesan kok merinding pas lewat hutan apa gitu dekat pagak. Sepi, trus kabutnya tebal dan ga ada yg lewat , cuma saya sendiri. Tiba2 hati ndredek/ grogi.
Ternyata malam jumat. Tapi sebenarnya sungguh seru, soalnya saya baru ingat kalo ini malam jumat begitu tiba di rumah. Biasanya kan saya libur hari rabu malam kamis. Jadi ya, alhamdulillah, ga pakai sesuatu.
Ya semoga posting kali membawa manfaat bagi kesejahteraan kita bersama, wkwkwkw.
Foto lainnya monggo mampir gugelplus saya :).