Lingkar Pegunungan
Ada sebuah desa di daerah Ngadireso, berada di lereng TNBTS. Istimewanya desa ini memiliki sebuah sumber alami yang amat jarang diketahui.Di sisi dari sumber ini adalah 'tegalan' bin sawah dengan luas yang amat menarik untuk dijelajahi.
Mutu air sumber di daerah seperti ini biasanya bisa dipertanggungjawabkan. Benar-benar air dengan kualitas alami yang bermutu, terkadang saya tertarik membawa pulang barang 1 botol.
Saya tidak nyemplung karena tidak membawa baju ganti. Jadi cuma muter muter mengamati sekitar yang amat segar dengan penduduk yang amat ramah.
Ini merupakan titik lingkar pertama dari perjalanan saya 'mblakrak' lereng gunung.
Jadi dari perjalanan yang tidak lebih untuk mengenal Malang, saya menemukan sebuah jalur di antara lereng TNBTS yang menghubungkan antara Poncokusumo dan Wajak. Jalur ini murni berada di lereng gunung, melewati hutan dan beberapa jurang di samping.
Ini adalah awal jalur yang menghubungkan semua titik yang lingkar tersebut. Sulit dipercaya bahwa jalan paving dan sedikit semenan ini membuka jalan yang panjang.
Saya awalnya pun begitu, jalan ini dalam pandangan saya amat menarik karena seperti suatu lukisan ala kampung jaman dulu. Coba lihat gentengnya, masih memakai genteng tanah liat semua. Bentuk rumah, cat dan tembok2nya, itu semua pemandangan yang amat akrab di tahun 90an ke bawah di tengah kota Malang. Tak ketinggalan, anda tak menemukan satu rumahpun dengan loteng atau yang tingginya menutupi pemandangan.
Mulai paham yang saya alami?
Jangan masukkan foto hutan pinus di atas sebagai salah satu jalur dari lingkar menjadi tema post ini. Itu hutan di ujung desa sumberputih, wajak.
Singkatnya, saya cukup takjub bahwa ternyata ada jalan yang berada di lereng TNBTS area poncokusumo dan berisi desa - desa di dalamnya dengan jarak cukup jauh antar desa.
Uruutannya ; jalan dengan hutan samping kanan kiri, kemudian bertemu desa, kemudian hutan lagi dan ketemu desa lagi, begitu seterusnya hingga mencapai Wajak. Jalannya lumayan sepi dan masih cukup mulus 'embongnya' untuk motor.
Beberapa desa yang saya lewati tidak saya dapati antena televisi satupun di atap rumahnya. Saya mulai berpikir, wih kayak jaman dulu beneran ini. Tanpa TV, pakai cempluk dan rumah sederhana pula.
Ini adalah bentuk rumah ala arsitek jawa kuno. Coba buka album foto Indonesia tempo dulu, akan sangat mudah ditemukan rumah model begini. Genting tanah liat dengan beberapa tiang pastinya, dan jendela kayu yang banyak.
Sedihnya, model rumah seperti ini bahkan di pelosok desa sudah amat langka jumlahnya. Banyak yg dialihfungsikan sebagai gudang bahan makanan atau malah dikosongkan, yang benar2 masih dihuni tambah langka lagi.
Kebanyakan juga sudah banyak yang direnovasi mengikuti arsitektur modern.
Rumah seperti ini saya temukan beberapa bertahan di lingkar jalur pegunungan yang masuk pelosok sekali.
Untuk info , banyak yang menyebutkan rumah - rumah seperti ini di jaman sekarang banyak yang masih angker karena kuatnya tirakat orang - orang jaman dulu yang menjadi penghuninya.
Ini adalah jalur lingkar kawi yang masih saya jelajahi sedikit demi sedikit lagi. Menarik bahwa saya menemukan fakta apabila diperlukan kerelaan untuk menempuh jalan - jalan desa yang sedikit sulit (makadam) untuk mengetahui bahwasanya ada jalur yang amat indah di depan sana , dan amat nyaman untuk berkendara menikmati alam.
Salah satu rumah lawas yang menyenangkan.
Jangan ragu untuk sesekali keluar dari zona nyaman.
4 komentar
Write komentarwahhh sudah lama saya tidak mampir kesini .. ;)
Replykolam mata airnya begitu jernih menggoda, tapi kenapa tidak ramai ..
btw ... rumah kuno didesa itu seperti kembali kemasa lalu
halo om.. kabar sehat
Replyini merupakan mata air yang rada susah ditemukan dan masuk desa yang cukup pelosok
mungkin itu yang bikin tidak ramai
Om buat cerita lagi ke tegalweru / petungsewu lagi dong :D
Replybisa om, nanti kalau saya sudah membangun sepeda lagi.
ReplyEntah bagaimana kabar tegalweru sekarang ya, hehehe