Aneka Rasa dari Track Bocek
Malam menjelang esok kerja, entah dosa apa saya tiba2 menderita sakit. Sakit yg beberapa tahun terakhir tak pernah muncul, dan dikenal kurang keren, yaitu sakit gigi. Saking ngilunya , 2 malam bagaikan horor kelabu. Sakitnya serasa bagaikan bor menembus pipi hingga dahi, masih ditambah berkurangnya nikmat makan apapun. Sialnya lagi, hari itu masakan kantin kok ya spesial sekali, pas kesukaan saya 'iwak p' bumbu pedas. Baru terasa betapa meski tidak tergolong kelas penyakit elit, sakit gigi memberi dampak signifikan pada morat maritnya kehidupan manusia yg terjangkit.Saat mereda, ternyata masih belum usai kebahagiaan saya. Datang sariawan menyambung penyakit pertama, tidak tanggung2 langsung dua ; atas bawah. Maka kenikmatan makan saya masih berada dalam masa masa badai, saya hanya tak berhenti berdoa agar cepat sembuh. Tidak enak makan itu lebih menyiksa daripada belum makan, seenak apapun makanan itu, saat disuapkan hanya membuat perih di mulut. Lapar, makanan ada, tapi seperti musuh, sungguh paradoks lucu.Sehat itu mahal harganya, dan sakit itu murah deritanya. Karena itu pula , saya sempat akan membatalkan rencana saya menelusuri bocek.
Eh tak disangka, alhamdulillah, minggu pagi kondisi saya sedikit membaik. Setelah meyakinkan diri , saya berangkat dadakan saja sambil mengatur rencana di tengah jalan.
Awalannya single track, dan sama menurun hingga nanti bertemu jalur pada penelusuran pertama.
Sedang jalur yg kali ini saya urut, lebih teknikal, dan beraneka citarasa, dari downhill, all mountain, xc, hingga jalur klayapan babi hutan ga jelas.., satu paket murmer.
Akhirnya keturutan juga ritual memandikan si nevegal dan menggosok giginya dengan lumpur.
Knee protector wajib hukumnya. Selain jalurnya terlihat licin, semalam juga hujan, saya sudah yakin tidak akan mudah melewatinya, kecuali musim kemarau.
Lama tidak menghadapi jalur seperti demikian, membuat saya seperti artis amatir sedang demam panggung, lupa lirik dan mati gaya pula. Jalurnya sangat teknikal dan agak busuk terkena goresan ban pacul, meski tidak seberapa. Kesulitannya terletak di bagian yg menurun tajam, yg seandainya mulus adanya pasti ayem, lha ini seketika menjadi mimpi buruk ,turunan tajam , berkelok, dan tidak mulus. Yang jelas hati tak boleh terlena, mata harus awas 125%, dan siap rem kapanpun namun tetap kontrol agar ban tidak slip.
Saya sedang menunggu barisan babi hutan lewat, sayup sayup terdengar derunya di bawah menuju ke arah saya, dan aturan 'yg waras ngalah' sudah semestinya dijunjung tinggi oleh para mahluk yg dikaruniai akal. Jalur terlihat sudah maknyus, sayang kalo sedang nikmat2 turun ndilalalah papakan, maklum kualitas rem saya standart, takutnya sana yg kalah, kan ga enak juga nanti tahu betapa mahalnya part sepeda saya pas acara ganti rugi.
Dari kegiatan tidak bermutu ini, saya mendapat manfaat lain, betapa nikmatnya bengong sendirian di tengah alas. Bengong saja tak perlu memikirkan apapun,rileks...asoy suasananya
dan tiba2 muncul kata inspiratif dari manusia yg hampir tak pernah kalah di benak saya
"A dangerous and intelligent human who tends to stand by themselves... whether by preference or to keep a low profile... always underestimated" Chuck NorrisPastilah Chuck mengatakan itu sebelum kalah oleh Bruce Lee dan mendapat peran di the expendables, karena pede sekali bunyi kata2nya, hehe