Kurir Bersepeda untuk pertama kali

07:41 0 Comments A+ a-

Di depan rumah yg saya tinggali sekarang, ada sebuah keajaiban.  Bukanlah dari hal yg luar biasa, namun dari sesuatu yg remeh adanya. Yg saking remehnya sering luput dari perhatian. Ini bermula dari seorang penjual pangsit. Bapak ini berangkat sore menjelang pukul 4.  Berkeliling dari kampung ke kampung hingga menjelang magrib. Ba'da magrib , rombong pangsit itu akan standby/magrok samping poskamling dpn rumah. 

Pangsit ini dihargai murah utk ukuran pasarannya. Disaat pangsit lain menjual 5rb rupiah, bapak ini cuma menghargai pangsitnya 3500 rupiah. Saat pangsit mulai merambah 6rb, bapak ini cuma menaikkan 500 rupiah pada dagangannya. Rasa dari pangsitnya bahkan terasa lebih mahal daripada harganya. Tak heran jika pejual pangsit ini lumayan ramai pembelinya. Selain santun orangnya, halus tutur kata perilakunya, soal harga pasti jadi pertimbangan pelanggannya, pun mutunya tidak mengecewakan . Murah tapi tidak murahan. Hal ini seakan kontradiksi dgn  'ada uang , ada rupa'

Yg menakjubkan, justru apa yg tidak terlihat dari penjual pangsit ini. Beliau mempunyai 5 orang anak, yg kesemuanya laki laki. Dari 5 orang , 4 sudah bersekolah. Melihat anak tertuanya, saya memastikan penjual pangsit ini menikah muda. Yg cukup membingungkan, hitung2an model apa yg mereka terapkan utk memenuhi kehidupan sehari dan menyekolahkan anak2nya.  Setahu saya , pangsit ini adalah satu2nya mata pencaharian keluarganya. Namun itu tidak menghalangi utk menyekolahkan keempat anaknya saat ini. Yg terbesar sepertinya menjelang kuliah. Sungguh saya kehabisan logika 

Saya mulai bertanya2 apa itu yg disebut 'barokah'. Yg sedikit , manakala tersentuh barokah bisa menjadi tak terhingga. Penghasilan 30rb perhari, namun jarang sakit2an itu bisa dibilang barokah. Uang di dompet tak banyak, tapi kebutuhan tercukupi dgn baik, juga termasuk barokah. Barokah menjadi pengukur yg tidak nampak, namun nyata adanya, seperti Bau wangi yg menyelimuti tubuh. Sedikit tapi barokah bisa sedemikian rupa, apalagi yg besar juga barokah
Mencapai barokah sepertinya mudah. Melihat bapak ini, saya bisa menyimpulkan bahwa cukup menjalankan kebaikan bermanfaat langsung pada sesama utk memperolehnya. Kebaikan itu seperti kesantunan, tidak tamak,bersyukur dan dibarengi dgn kelanjutan. Sabar dalam melakukannya setiap hari itulah kelanjutan. Rasanya tidak ada doa yg sedemikian ampuh, selain tingkah laku nyata, bahkan tidak meminta  pun diberikan kecukupan oleh Tuhan.


Terpacu melihatnya, saya saat ini semakin giat berjualan sampingan kecil2an. Suatu kegiatan berdagang barang yg jarang lakunya, juga tidak besar untungnya. Namun meski begitu, saya berharap ini pembelajaran diri utk mendapatkan apa itu barokah.






Yang saya jual itu adalah bibit sayuran. Hobi saya yg mempertemukan dgnnya. Kecintaan saya melihat yg hijau2, terutama sayuran, membuat ingin menanamnya sendiri. Dari sinilah akhirnya saya coba memulai menjual bibit utk hobies diluar sana yg kesulitan memperoleh. 
Beberapa penjualan sebelumnya memakai jasa pengiriman, karena lebih byk pemesan luar kota. Namun kali ini pemesan saya dari kabupaten Malang, tepatnya Lawang. Setelah deal harga, maka saya bertekad mengantarkannya sendiri.
Yg dipesan tidak banyak , hanya selada keriting dan kangkung. Kangkung yg saya jual jenis super, satu bungkus bibit bisa utk -+ 1 hektar, hehehe maka itu saya bilang ini barang lama lakunya 









Agak siang saya mengantarnya, karena menunggu toko buka. Hari itu sehari menjelang puasa esoknya. Sungguh cuaca pagi itu terik dan panas adanya, jalan raya pun padat. Saya baru mengerti, saat akhir minggu , tidak cuma arah masuk kota yg ramai, keluar kota tidak kalah riuhnya. Rasanya bersepeda diantara mesin2 berukuran besar seperti santapan empuk. Jika tidak terpaksa minggir karena kalah ukuran, saya pun bersepeda minggir karena asap kendaraan yg tebal mencekam itu. Bersepeda di jalan raya utama saat sedang ramai2nya itu sangat tidak asyik , juga tidak sehat. Tidak sehat karena pencemaran, dan  tidak sehat karena hati gampang emosi.

Selang beberapa waku , sampai juga di destinasi utama. Lokasi tempat tinggal pemesan itu berada di dekat RSJ RAdjiman. 
Perumahan dgn view eksotik, citarasa alami ditengah nuansa urban.
Sampai sini rasanya mengobati derita selama perjalanan melihat pemandangannya. Lagu2 favorit saya nyaris tak bisa meredam kepenatan selama perjalanan. Alhamdulillah, pemesan dagangan saya adalah keluarga yg sangat ramah. Makin adem saja hati ini. Jarak sedemikian jauh, bisa tertolak lelahnya dgn penerimaan dan ucapan terima kasih yg disampaikan dgn tulus
Setelah berbincang sejenak dgn pelanggan, saya beranjak pulang. Melihat jalur arah masuk kota yg terlihat macet, maka saya arahkan sepeda masuk jalur lain, terabas kampung ke kampung, dari desa ke desa.


Mengambil arah dalam sekitaran Tumapael - Singosari. Panas mulai menerjang, dan perut juga mulai terasa melilit. Dari sini  istirahat, sejenak membeli minum aqua botol dan roti sisir sekadar penggganjal perut. BAru kemudian melanjutkan perjalanan melewati kampus ITN 2

Rasa sedih menghinggapi manakala melihat sawah yg hijau ini sudah dipasang papan 'Dijual'.
Semakin banyak ke depannya hamparan hijau ini akan hilang , berganti bentuk entah apa.  Sedikit penyelamat dari lubang ozon yg menganga ini akan pergi. Ini perhentian istirahat saya yg kedua sebelum melanjutkan tujuan berikutnya. 
Sebelum pulang , tujuan akhir saya menyempatkan diri mengunjungi makam almarhum adik saya, Mbah dan sanak tercinta. Sudah kebiasaan menjelang bulan puasa utk ziarah, sekaligus mengingatkan diri sendiri bahwa kelak ini akan menjadi rumah masa depan saya pula. Berkunjung seperti ini efektif mengobati kangen buat saya,  serasa saya masih bisa berbincang dgn almarhumah. Kadang saya berandai2, seberapa sering kelak  sanak saudara mengunjungi makam saya . Wong semakin lama budaya ini semakin tidak populer jaman kini saat kehadiran fisik hampir tergantikan oleh kehadiran virtual. Entah masa depan sepertinya makin galau saat bersamaan teknologi makin mentereng




Yang saya dapat dari berjualan dan mengantar dagangan tidak lebih dari 20 ribu. Dipotong beli minum dan roti, tinggal 14 ribu. Saya menyimpannya, sambil bersyukur dan berdoa semoga barokah ya Allah, seperti yg bapak penjual pangsit itu dapatkan. Pengalaman pertama menjadi kurir bersepeda ini lumayan berat tapi juga penuh petualangan, tidak kalah dgn bersepeda biasa, karena ada waktu yg mesti dipenuhi utk sampai tepat pada pelanggan

Semoga posting ini bermanfaat, salam